OLEH : ustadz ir.aang zezen zainal muttaqin.SH.M.Ag.
24/03/2011
Air Musta'mal yaitu air yang telah terpisah (telah terpakai) dari anggota-anggota orang yang berwudhu dan mandi. hukumnya suci lagi menyucikan, sebagaimana halnya air mutlak tanpa adanya perbedaan dari segi hukum sedikit pun. Hal itu mengingat bahwa asalnya yang suci dan tiada dijumpai satu alasan pun.
yang mengeluarkannya dari hal kesuciannya.
Juga karena hadist Rubaiyi' binti Mu'awwidz sewaktu menerangkan cara berwudhu Rasulullah saw. Katanya. "Dan disapunya kepalanya dengan sisa wudhu yang terdapat pada kedua tangannya."
Juga dari riwayat Abu Hurairah r.a.,
Nabi saw. berjumpa dengannya di salah satu jalan kota Madinah, sedangkan waktu ia dalam keadaan junub. Maka Abu Hurairah pun Menyelinap pergi dari Rasulullah lalu mandi. kemudian datang kembali. Lantas Nabi saw. bertanya. 'Ke mana ia tadi?' Sahabat lainya menjawab, ia datang sedang dalam keadaan junub dan tak hendak menemani Baginda dalam keadaan tidak suci itu. Maka bersabdalah Rasulullah saw., Mahasuci Allah, orang mukmin itu tak mungkin najis. (HR Jama'ah)
Hadist ini menegaskan bahwa orang mukmin itu tidak mungkin najis. dengan demikian, tidak ada alasan bagi seseorang yang menyatakan air itu kehilangan kesuciannya semata karena bersentuhan dengan benda yang suci Oleh karena itu, bertemunya barang yang suci dengan yang suci pula tidaklah membawa pengaruh apa-apa.
Ibnu Mundzir mengatakan, "Diriwayatkan dari Hasan, Ali, Ibnu Umar, Abu Umamah, Atha', Mak-hul, dan Nakha'i bahwa mereka berpendapat tentang orang yang lupa menyapu kepalannya lalu mendapatkan air di janggutnya, 'cukuplah bila ia menyapu dengan air itu .' ini menunjukan bahwa air musta'mal itu menyucikan, dan demikianlah pula pendapatku."
Mazhab ini adalah salah satu pendapat yang diriwayatkan dari Malik dan Syafi'i. Dan, menurut Ibnu Hazm juga merupakan pendapat Sufyan as-Sauti, Abu Tsaur, dan semua ahli zahir
Sumber FIQIH SUNNAH
Buat Facebook Comment, klik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar