“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur’an yang serupa (saling menjelaskan ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah dengan kitab itu. Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang memilih jalan sesat, maka tidak ada seorang pun memberi petunjuk baginya.” (QS. Az Zumar 39: 23)
“Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: ‘Pukullah batu itu dengan tongkatmu.’ Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.” (QS. Al Baqarah (2) :60)
Sifat batu adalah keras, walaupun demikian dapat dihancurkan sampai menjadi partikel yang sangat lembut dalam bentuk debu. Apabila batu telah berubah bentuk menjadi debu maka akan mudah digunakan sebagai bahan pemersatu (perekat) di dalam bangunan yaitu dalam bentuk semen. Batu berubah menjadi debu dapat terjadi dalam waktu singkat. Caranya dengan menggunakan benturan benda keras, misalnya tongkat, dan disela-sela batu yang dipukul itu memancarlah sesuatu yang bermanfaat dan dibutuhkan oleh kehidupan manusia selaku kholifah Allah.
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلئِكَةِ اِنِّى جَاعِلٌ فِى اْلاَرْضِ خَلِيْفَةً … ﴿ البقرة ( ٢ ) : ٣۰ ﴾
“Ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (QS. Al Baqarah (2) :30)
Disamping itu dapat terjadi dalam waktu yang lama, yaitu dengan diberi tetesan air secara terus menerus. Demikianlah ibarat kekerasan hati menusia yang membatu.
Perlakukan benturan benda keras dan tetesan air pada prinsipnya untuk mengajar si nafsu tunduk sehingga hati menjadi lembut.
Hati yang membatu sangat sulit menerima sentuhan halus Ilaahiyah, buktinya apabila dibacakan ayat-ayat Al Qur’an tidak tersentuh sehingga tidak tersentuh adanya getaran-getaran yang membahana di setiap relung hatinya (QS. 39:23). Hati yang keras berbeda dengan hati yang lembut (QS. 39:22). Hati yang lembut mudah sekali disentuh ayat-ayat Al Qur’an antara lain begitu mendengar adzan bergema, bergegas untuk sholat dan apabila dibacakan ayat-ayat Al Qur’an maka di dalam hatinya dirasakan ada sesuatu yang mudah menyentuh sehingga mudah menangis. Dia menangis karena merasakan betapa rachmannya Allah kepadanya dan sampai kehabisan kata-kata yang masih penuh dosa-dosa tetapi kasih sayang Allah itu terus menjamah kepada dirinya.
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوْبُهُمْ وَاِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ ايتُه زَادَتْهُمْ اِيْمَانًا وَعَلىَ رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ ﴿ ۸: ٢ ﴾
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka Ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al Mu’minun (8) :2)
Harum semerbak bunga melati di taman puri
Di jadikan hiasan mahkota mempelai putri
Tanda / lambang kesucian dan kelembutan hati
Lembutnya hati bila berhiaskan Asma Ilaahi
Lembut tampaknya buih di hempas ombak
Terpukau mata seakan kabut yang berarak
Padahal buih sisa hempasan perasaan riak-riak
Banyak manusia seakan dirinya berakhlaq
Padahal hatinya senantiasa memberontak
Akui hati lembut, ternyata keras berpijak
Baru kusadari ternyata diri banyak tertipu
kusangka hatiku telah lembut
kusangka diriku telah beriman
kusangka diriku telah berbuat baik
kusangka dan kusangka
Yang selalu kuulang dan menjadi bayangan diri
bukankah ini khayalan yang pasti
Kini kulihat batu telah berada dalam suatu proses
Ternyata batu yang keras bukan saja dapat dipecahkan
Melainkan dapat pula dihaluskan laksana tepung ternyata disini pulalah letak ketinggian mutunya karena telah berubah fungsi
Selaku penghalus dan pengokoh suatu bangunan
Oh inikah maksud dari rentetan penglihatanku tertunduk wajahku menyimpan rasa malu
Seulas cibiran menukik di diri sambil berkata…aaa
Batu yang keras saja ternyata sabar memproses diri
Bagaimana diriku : “HATI” haqeqatnya telah tercipta dalam kondisi lembut
tak mampu berproses menuju kelembutan
mengapa diriku tak merasa malu dengan kekerasan hati
Bukannya hati yang mengeras, tapi nafsulah yang menjadikan hati tampil mengeras
Sehingga tak mampu hati tersentuh kelembutan Ilaahi
Sehingga tak mampu hati menangkap isyarat berhikmah
Sehingga tak mampu hati bergetar dan menangis bila diingatkan dan disentuh ayat-ayat Al Qur’an
Oh alangkah keras dan membatunya hati ini
Begitulah suara hati berulang kali menyesali…!!
Berdasarkan rangkaian dan untaian kata bermakna di atas maka diri yang senantiasa bertafakur kepada Allah mengenal dan mengetahui tingkat kekerasan hati pada setiap saat tertentu, karena tolok ukur yang digunakan telah disediakan yaitu: tersentuhnya hati apabila dikumandangkan ayat-ayat Al Qur’an. Tersentuhnya hati oleh ayat-ayat Al Qur’an sifatnya otomatis dan tidak dapat di buat-buat. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa pertolongan dan petunjuk Allah mustahil hati yang keras itu dapat berubah menjadi lembut dan Allahpun tidak akan membukakan si manusia itu sendiri tanpa ada upaya si manusia untuk membuka hatinya. Disinilah bukti bahwa Allah menjamin penuh kebebasan kepada manusia untuk menentukan sikap terhadap kekerasan hati yang dimilikinya. Suatu hal yang perlu disadari bahwa selamanya hati tak akan berfungsi bila tali rasa rusak dan mati.
اَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِيْنَ امَنُوْا اَنْ تَخْشَعَ قُلُوْبُهُمْ لِذِكْرِ اللهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلاَ يَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ اُوْتُوْا الْكِتبَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ اْلاَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوْبُهُمْ وَكَثِيْرٌ مِنْهُمْ فسِقُوْنَ ﴿ الحديد (۵۷) : ١٦﴾
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al Hadiid (57) : 16)
Wahai Allah wahai Rabbi dzat pendidik kami
Kerasnya hati kami, tak pernah kau membenci
Engkau tersenyum melihat tingkah polah kami
Laksana seorang ibu selalu sabar menjagai
Rachmat terus kau beri agar tersadar diri ini
Sungguh kami adalah hamba tak pandai mensyukuri
Wahai Allah wahai Rabbi tempat kami mangadu
Selangkah demi selangkah kami tinggalkan nafsu
Agar mencair hati yang selama ini keras membatu
Baru kami mengerti betapa pemurahnya sifat-Mu
Kami yang selama ini acuh dengan sabar kau tunggu
Oh ternyata kami adalah hamba yang tak mau tahu
Wahai Allah wahai Rabbi sumber segala bahagia
Banyak sudah hidup kami tersia-sia
Tanpa kami sadari kelak berakhir petaka
Karena terlena pada keindahan fatamorgana
Mohon kiranya agar waktu yang masih tersisa
Untuk berbakti dan bersyukur selaku hamba.
Buat Facebook Comment, klik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar