Dengan kesungguhan nafsu dibelenggu
Terbentuk diri gambaran wahyu
Tampilan hamba memancarkan ilmu
Ilmu wahyu penyingkap hidup semu
Hidup segar, lenyap sikap dungu
Waktu demi waktu terus berlalu membawa langkah untuk berpacu terus maju. Bagi hamba yang telah berbulat tekad untuk tegak dalam tuntunan wahyu tentulah berbukti dan berbuah pada mengalirnya bimbingan dari-Nya untuk lebih tergerak dan menikmati dalam menelusuri inti kedalaman wahyu. Sebagaimana difirmankan Allah :
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) kami, benar-benar akan Kami tunjukan pada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS. 29:69)
Di kedalaman wahyu inilah memancar kemurnian ilmu yang pasti bersifat Amaliah yang tepat berguna disepanjang masa untuk memperbaiki kehidupan ummat. Ini berarti gerak langkah haruslah maju seiring berputarnya waktu. Kenyataan sudahkah demikian gerak langkah para hamba Allah / kaum mu’min selama ini?. Hamba Allah yang sadar keberadaan Rosulullah SAW dengan kitab yang dibawanya merupakan arahan pembinaan diri untuk lurus maju menanjak, dengan demikian Al-qur’an bukanlah sekedar untuk kebanggaan dan dibaca dilagu-lagukan melainkan memberikan pedoman pasti untuk melangkah pasti hari ke hari semakin maju. Tetapi sangat disayangkan kebanyakan ummat islam bahkan dari kalangan yang dikenal sebagai ulama, masih maju-mundur membuktikan langkah maju. Mereka lebih sering mengusut-usut masalah ibadah yang sebenarnya telah baku hukum dan tatacaranya semenjak zaman Rosulullah SAW dan sahabat RA. Lebih dari itu berkutat pada perselisihan terhadap masalah furu’iyah. Tidak disadari bahwa hal itu merupakan kesombongan sikap dan kebodohan yang jelas tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam . Sementara ummat lain berjuang untuk merebut supremasi dunia dengan berbagai tipudaya atau rekayasanya, ummat islam masih berlingkar-lingkar pada masalah lama tanpa dapat berdiri kokoh secara bersama-sama menyatukan pandangan untuk dapat memegang kembali tampuk kepemimpinan bersemesta. Dapat direnungkan jika demikian terus menerus keberadaan ummat islam (maju-mundur) membuktikan langkah, kapankah perbaikan akan segera dimulai?. Tidakkah keadaan demikian menjadi perhatian sangat bagi kita. Terlalu lama sudah ummat islam dalam ayunan maju-mundur membuktikan langkah, akibatnya tidak ada kesungguhan dan tidak ada rasa keprihatinan melihat ummat terkapar dalam kebohongan dan kebodohan ilmu atau manusia berilmu bodoh-bodohan.
Penting untuk diketahui, bila dilihat lebih dalam, sikap maju-mundur adalah sikap yang hanya memperhatikan dan mementingkan diri sendiri, sedangkan memperhatikan dan mementingkan keberadaan ummat islam lebih utama. Berapa banyak anjuran dalam Al-qur’an maupun hadits agar siapa saja yang mengaku dirinya muslim atau beriman, menaruh perhatian terhadap orang lain dan mahluk di sekitarnya. Oleh karena itu tidak ada langkah bijak yang pasti kecuali berhenti dalam lamunan ayunan maju-mundur sikap langkah diri. Mengambil langkah bijak dan pasti tanpa dicemari oleh keragu-raguan merupakan jalan yang telah ditetapkan bagi orang beriman. Allah menegaskan :
…… ……
.. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. .(QS. 3:159)
Prinsip melangkah pasti untuk maju dibarengi tawakkal atas segala resiko atau akibat yang dihadapi bukan berarti tidak diperkenankan lagi sikap mundur, melainkan sikap mundur diambil guna mengatur langkah siasat mengatur barisan dan menghimpun kekuatan. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rosulullah Muhammad SAW ketika kota Makkah tidak lagi dapat dipertahankan sebagai tempat pengembangan da’wah, maka Rosulullah Muhammad SAW mengambil sikap mundur untuk berhijrah. Dalam penghijrahan inilah segala langkah siasat diatur. Apa yang terjadi dengan sikap mundur Rosulullah SAW, tidak lain kecuali untuk maju melangkah jauh ke depan? Kota makkah dapat kembali direbut. Pertanyaan bagi ummat islam sekarang, sikap mundur apakah yang dilakukan saat ini? menjangkau lebih jauh kedepan ataukah sebaliknya sikap mundurnya, karena kasihan akan penderitaan nafsu yang berkepanjangan. Padahal sifat dasar nafsu ingin mengejar kenikmatan dan enggan menderita. Sehingga selama ummat islam menyayang-nyayang nafsunya, tidak mendidik untuk tahan menderita, selama itu pula gerak kebangkitan yang sebenarnya tidak akan dapat diwujud-nyatakan.
Kenyataan sudah berabad-abad ummat islam selalu menjadi pihak yang ditekan, dibodohi, dan dikalahkan menunjukkan sikap mundurnya bukan sebagai siasat untuk jauh melangkah kedepan melainkan mundur yang membawa kehancuran hal demikian pasti terjadi manakala ummat yang sangat diharapkan Allah untuk menegakkan kalimah Thoyibah ini sudah kehilangan ruh jihad fi sabilillah. Dengan tiadanya ruh jihad ini akibatnya jauh dari bimbingan dan pertolongan Allah meskipun begitu kemurahan-Nya pertolongan Allah bisa jadi diberikan. Hanya saja karena ummat islam tidak lurus lagi dijalan-Nya maka pertolongan yang diberikan itupun tersia-siakan.
Seharusnya setiap manusia yang telah berikrar dengan kalimah LAAILAAHAILLALLAH dengan penuh kesadaran tercuap dari lubuk hatinya yang bersih bersukur akan penderitaan nafsu manakala diajak mengikuti gerak langkah maju untuk kebangkitan berkesemestaan. Tidak ada untungnya memanjakan nafsu secara terus menerus kecuali hanya membawa pada kehancuran diri dan semesta. Kalaupun dirasakan ada keuntungan pastilah bersifat semu dan menipu. Demikian itu karena syaithan yang secara tegas disebutkan oleh Allah sebagai musuh yang nyata bagi manusia telah sengaja menghiaskan keindahan terhadap keburukan yang pada akhirnya membawa pada kehancuran manusia dan semesta. Sebagaimana diberitakan dalam Al-qur’an:
……
.. dan syaithan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan ( Allah ), sehingga mereka tidak dapat petunjuk. ( QS. 27 :2 4 )
Syaithan yang cukup lihai menipu daya dengan berbagai cara kepada manusia beriman ini bisa tampil dalam bentuk jin maupun manusia. Keduanya senantiasa membisikan ajakan kepada tindak laku kemaksiatan dan menghalangi tegaknya kebenaran. Difirmankan oleh Allah dalam Al-qur’an:
Dan demikianlah kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaithan-syaithan ( dari jenis ) manusia dan ( dari jenis ) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu ( manusia ). Jikalau Robbmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkan mereka dan apa-apa yang mereka ada-adakan (QS 6:112)
Sudah terlalu lama nafsu menghancurkan semua potensi dalam diri, yang ujungnya melemahkan denyut nadi kekuatan ummat islam yang berdampak lanjut pada menghilangnya ruh jihad sebagai prasyarat mutlaq untuk pergerakan kebangkitan. Selamanya nafsu tak akan pernah menaruh belas-kasihan atas kehancuran potensi manusia. Baginya yang terpenting adalah apa yang disenangi dapat terpenuhi. Paling disenangi nafsu adalah bila dirinya dituhankan oleh manusia, lebih-lebih jika manusia yang dimaksud adalah ummat islam.
Maka pernahkah kamu melihat manusia menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkan sesat berdasarkan ilmunya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya. Maka siapakah yang akan memberikannya petunjuk sesudah Allah membiarkannya sesat. Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran (QS. 45:23)
Kembali Kepada Fitrah Penciptaan
Melihat kenyataan memprihatinkan keadaan ummat islam diberbagai belahan dunia, belumkah ada kesadaran muncul dari dalam diri masing-masing ummat islam bahwa sebenarnya keberadaan ummat islam ditengah semesta adalah selaku pemikul dan pelaksana amanat dari Allah yang bersifat berkesemestaan. Amanat ini telah ditolak oleh mahluk-mahluk yang lain, hanya manusia yang telah menyatakan kesanggupannya untuk memikulnya. Bisa jadi setiap ummat islam telah mengetahui dari mulut orang lain maupun membaca bahwa manusia diciptakan untuk menjadi kholifah dimuka bumi dengan tugas memakmurkannya. Tetapi bagaimana bisa amanat dipikul dan dilaksanakan bila sikap ummat islam dari hari ke hari bukan semakin maju melainkan sikap maju-mundur tak ada kesanggupan ataupun hanya berlingkar-lingkar pada masalah ubudiyah formal tanpa greget pendalaman dan pensikapan makna akan keilmuan hikmah yang terkandung di dalamnya. Padahal apabila keilmuan yang terkandung pada setiap bacaan dan kaifiyah Ibadah tersingkap dapat menjadi piranti handal untuk menjalankan amanat memakmurkan semesta sekaligus merupakan senjata pamungkas untuk menghadapi musuh-musuh Allah. Sangat disayangkan sekali justru sikap maju-mundur banyak terjadi di kalangan para ulama. Lebih tragis lagi jika kalam Allah dan tuntunan dari Rosulullah SAW ditafsir-tafsirkan dengan pandangan dan metodologi keilmuan yahudi yang telah jelas dilaknat oleh Allah yang oleh karena itu pasti tersesat juga. Dalam hal ini telah terjadi pencampur-adukan antara yang haq dan bathil. Tidak sadarkah mereka bahwa hal ini merupakan suatu pelecehan?
Untuk itu tidak ada jalan lain kecuali hendaknya ummat islam hanya berpegang pada Al-qur’an dan sunnah. Bukan sekedar diketahui dan diterapkan segi-segi hukumnya, melainkan digali lebih dalam keilmuan yang terkandung di dalamnya. Akan tetapi tidak akan ummat islam sampai pada pendirian dan sikap demikian kecuali jika nafsunya telah dapat ditundukkannya. Rosulullah SAW telah bersabda :
Tidak beriman seseorang kamu sehingga nafsunya tunduk terhadap apa yang aku datangkan kepadanya ( HR. Al-Hakim).
Buat Facebook Comment, klik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar